Opini

INSPIRASI TINDAKAN POLITIK

Ali Syaefa A.S

Komisioner KPU Kota Bekasi 2018-2023

Salah satu tujuan berdirinya negara bangsa (nation state) di manapun berada adalah dalam rangka mensejahterkan masyarakatnya. Hal itu pun berlaku bagi negara Indonesia yang pada 17 Agustus tahun 2021 ini memperingati ulang tahun kemerdekaannya  yang ke-76 tahun. Berhasil lepas dari belenggu penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa asing sebelumnya.

Sebagaimana yang digambarkan oleh Bung Karno bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah jembatan emas untuk meningkatan kesejahteraan rakyatnya. Didalamnya meningkatkan kesehatan, pendidikan, ekonominya, dan aspek kehidupan masyarakat lainnya. Oleh karenanya, kemerdekaan ini harus kita syukuri sebagai bagian nikmat dan karunia dari Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih.

Penegasan normatif dan legal akan tujuan dibentuknya negara tertuang di dalam mukadimah pembukaan Undang-Undang Dasar (1945) di sana disebutkan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasrkan kehidupan bangs…dst”. Jadi, jelaslah tidak ada alasan yang paling mendasar membentuk suatu pemerintahan kalau tidak untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia merupakan perjuangan semua pihak dari elemen atau komponen masyarakat yang anti penjajahan dan anti penindasan yang dilakukan oleh bangsa penjajah terhadap bangsa Indonesia. Tercatat ada beberapa bangsa Eropa yang pernah menjajah kita diantaranya Portugis, Inggris, dan Belanda. Juga ada bangsa asia yang penah menjajah, yaitu Mongol dan Jepang.

Komponen masyarakat itu terdiri dari latar belakang agama, suku, kelas sosial yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Akan tetapi memiliki satu kesamaan nasib yang sepenanggungan. Sehingga, bersatu dan berjuang bersama. Jadi, sangat mengingkari sejarah ‘ahistoris’ ketika ada salah satu elemen masyarakat yang merasa paling berjasa dalam proses perjuangan kemerdekaan dan menihilkan kontribusi elemen masyarakat lainnya. Maka, toleransi dan saling menghargai ada manifestasi dari sikap yang sangat bijaksana.

Kesadaran Politik

Sifat anti penjajahan dan anti penindasan adalah bentuk kesadaran masyarakat yang berdampak pada sebuah bentuk tindakan sosial masyarakat untuk mau melawan kesewenang-kesewenangan bangsa asing yang telah membuat kesengsaraan pada masyarakat Indonesia. Tumbuhnya kesadaran individual (individual awareness) dan kesadaran sosial (social awarenenss) membuka jalan bangsa ini menuju perubahan dan perbaikan nasib yang lebih baik.

Kesadaran Individual dan Kesadaran sosial akan perlunya menjadi bangsa yang merdeka tidak hanya diaktivasi oleh satu keadaan kesusahan dan kesengsaraan yang dialami oleh masyarakat sebagai bentuk akibat dari penjajahan. Akan tetapi, kesadaran itu juga di inspirasi oleh ajaran moral dan etika yang terkandung pada agama-agama (regious) dan kearifan lokal (local wisdom) bangsa ini yang hidup dan bersemayam dalam adat dan istiadat masyarakat.

Misalnya saja, dalam kearifan dan ajaran masyarakat jawa secara turun temurun diajarkan konsep hidup “Memayu hayuning bawono, Ambrasto dur hangkoro”. Konsep tersebut menekankan manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, kesejahteraan dan memberantas sifat angkara murka, serakah, dan tamak. Jelas bahwa praktek eksploitasi alam dan kesewenang-wenangan yang dilakukan bangsa penjajah tidak sejalan dengan nilai dan cara hidup bangsa Indonesia dalam perspektif melihat alam dan lingkungan.

Contoh lainnya yang meninspirasi kesadaran anti penjajahan dan penindasan adalah nilai moral yang terkandung pada ajaran agama Islam. Dalam Islam kehormatan manusia dijunjung tinggi. Inilah mengapa praktek perbudakan di tempat asalnya agama Islam lahir, yakni tanah arab secara perlahan di hilangkan oleh Nabi Muhammad SAW. Tidak lain, karena perbudakan merendahkan harkat dan martabat manusia. Oleh karenanya ketika praktek penjajahan berlangsung di Indonesia masyarakat muslim dan para alim ulama bersatu menolak dan melawan praktek penjajahan.

Kedua contoh diatas paling tidak bisa menegaskan bahwa kesadaran pentingnya menjadi bangsa yang merdeka salah satunya terinspirasi dari nilai moral yang terkandung pada ajaran agama dan nilai-nilai luhur yang hidup pada adat istiadat masyarakat Indonesia. Jadi, sebenarnya banyak sekali inspirasi kebaikan yang dapat diambil dari ajaran agama dan kearifan lokal yang dapat meningkatkan perubahan masyarakat kearah yang lebih baik.

Marx Weber (1864-1920), seorang sosiolog kenamaan dari Jerman pernah merilis hasil penelitiannya melalui tulisannya Protestan Etic and Spirit Kapitalism. Ia menyimpulkan bahwa Semangat agama Protestanlah yang telah mendasari negara barat dalam membangun kapitalisme. Dalam bahasa lain, tidak tepat kalau dikatakan bahwa peradaban barat dibangun diatas reruntuhhan nilai-nilai agama. Justru nilai agama itulah yang menjadi pondasi peradaban barat yang sebenaranya

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa banyak sekali nilai-nilai moral dan kebaikan yang melimpah ruah pada ajaran agama dan kearifan lokal yang ada dalam adat istiadat dan budaya masyakat Indonesia yang hatus digali dan diaktualisasikan di dalam sebuah tindakan Indivudu dan tindakan sosial untuk membawa bangsa Ini semakin sejahtera dan maju. Terutama, penggalian dan pengaktualisasian nilai-nilai moral dan kebaikan yang terkandung dalam ajaran agama dan kearifan lokal oleh para aktor negara (state actor), baik kepala pemerintahan, anggota legislatif, aparat sipil negara, militer, polisi, dan birokrasi lainnya. Agar dapat mengaktualisasikannya dalam bentuk tindakan politik yang dapat membawa kebaikan, kesejahteraan, dan kemaslahatan pada masyarakat dalam rangka mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, berbuat dan mengaktulisasikan tindakan politik yang merugikan masyakatat seperti korupsi, oligarki politik, dan dinasti politik.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 719 kali