Opini

ANTUSIASME PEMILIH JAWA BARAT DALAM PEMILU DAN PILKADA 2024

Oleh : ALI SYAIFA AS (Ketua KPU Kota Bekasi 2023-2028)   Sebelum mengulas lebih jauh tentang bagaimana antusiasme pemilih di Jawa Barat saat Pemilu dan Pilkada 2024. Ada baiknya untuk memberikan gambaran historikal. Diulas terlebih dahulu bagaimana antusiasme dan dukungan masyarakat di fase awal negara Indonesia didirikan. Ini perlu diutarakan agar menambah penghayatan tentang esensi pentingnya merawat dan menjaga antusiame dan dukungan masyarakat sepanjang perjalanan bangsa Indonesia yang akan dilalui kedepan. Karena tanpa antusiasme dan dukungan bulat masyarakat, negara ini akan menjadi rapuh. Salah satu fenomena bersejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita adalah peristiwa memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Peristiwa tersebut menjadi babak baru bagi bangsa ini menjadi bangsa yang terlepas dari cengkraman penjajahan kolonialisme sehingga resmi Negara Republik Indonesia didirikan dan dibentuk. Pengalaman masa lalu yang panjang sebagai sebuah bangsa yang lama dijajah membuat antusiasme masyarakat yang sangat besar ketika proklamasi kemerdekaan dideklarasikan. Masyarakat bangga dan terharu. Antusiasme itu diikuti harapan masyarakat agar penderitaan tidak terjadi lagi dan harapan perbaikan nasib di masa yang akan datang dapat terwujud. Para tokoh penggagas dan penggerak perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil mewujudkan apa yang menjadi cita-cita masyarakat Indonesia. Keberhasilan itu disambut suka cita dan dukungan masyarakat yang luar biasa besar dengan berpartisipasi serta berbondong-bondong datang untuk menyaksikan proklamasi tersebut dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur. Namun demikian, suka cita atas proklamasi kemerdekaan tidak lantas membuat lupa diri bahwa ini adalah semata-mata hasil kerja keras dan perjuangan bangsa Indonesia secara umum dan lebih khusus para tokoh penggerak kemerdekaan. Akan tetapi bangsa ini tetap menekankan bahwa kemerdekaan ini adalah bagian dari pertolongan, nikmat, dan karunia Tuhan yang Maha Kuasa. Setidaknya dari penjelasan diatas dapat ditarik benang merah berupa tersedianya modal sosial - politik yang sangat berharga saat bangsa ini memproklamirkan kemerdekaanya yaitu besarnya antusiasme dan dukungan publik kepada elit bangsa untuk membentuk pemerintahan yang berdaulat dan segera mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Begitu besar mandat dan kepercayaan masyarakat kala itu. Sehingga Negara Republik Indonesia dapat berdiri. Pasca Kemerdekaan Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945. Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dirumuskan 4 (empat) tujuan Negara Republik Indonesia didirikan yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan perdamaian dan ketertiban dunia. Inilah tujuan dasar bernegara yang tidak boleh dilupakan dan harus diwujudkan oleh setiap penyelenggara negara.   Dalam rangka mengakselerasi implementasi apa yang menjadi tujuan mulia Negara Republik Indonesia melalui kerja pemerintan yang efektif, Soekarno - Hatta (Presiden dan Wakil Presiden) membentuk kabinet pemerintahan pada tanggal 2 September 1945, dengan jumlah Menteri sebanyak 16 (enam belas).   Demikian itu yang telah diuraikan diatas memberikan gambaran bagaimana kekuasaan negara diisi dan pemerintahan dijalankan. Berangkat dari antusiasme dan kepercayaan publik memberikan jalan legitimasi kepada elit bangsa untuk membentuk dan menjalankan roda pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita bangsa.   Electoral Democracy Di masa selanjutnya setelah melewati pasang surut dinamika dan pergumulan politik yang tidak murah dan mudah. Kesadaran membentuk pemerintahan melalui sebuah mekanisme kompetisi politik yang berjalan fair dan terbuka menjadi ciri khas dari implementasi makna kedaulatan rakyat yang kita junjung. Ruang kompetisi politik disediakan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).   Sampai Pemilu 2024, Pemilihan Umum merupakan arena kontestasi dan kompetisi politik untuk mengisi jabatan Presiden dan Wakil Presiden (CAPRES-CAWAPRES), Anggota Dewan Perwakiran Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kab/Kota).   Sementara itu, sampai Pilkada 2024, Pemilihan Kepala Daerah merupakan arena kontestasi dan kompetisi politik untuk memperebutkan dan mengisi jabatan kepala pemerintahan (eksekutif) di level daerah, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur (PILGUB), Bupati dan Wakil Bupati (PILBUP), serta Walikota dan Wakil Walikota (PILWALKOT) secara langsung dan serentak.   Pemilu dan Pemilihan Antusiasme publik terhadap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Jawa Barat menarik untuk dicermati dikarenakan Jawa Barat merupakan wilayah strategis yang menjadi barometer politik nasional. Hal ini dikarenakan setidaknya karena 3 (tiga) hal yang mendasar. Pertama, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi induk yang sudah ada sejak awal kemerdekaan. Kedua, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Ketiga, heterogenitas masyarakat Jawa Barat sangat dinamis dari berbagai macam latar belakang.   Dari aspek historis, Jawa Barat merupakan salah satu dari 8 (delapan) provinsi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Sedangkan yang ketujuh lainnya adalah Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, dan Sunda Kecil. Hal ini menegaskan bahwa warga Jawa Barat memiliki peran dan andil dalam dinamika perjalanan Bangsa Indonesia.   Sementara dari aspek demografi, sampai saat ini Provinsi Jawa Barat menempati peringkat pertama dari jumlah penduduk maupun jumlah pemilih di Indonesia. Saat Pemilu 2024 dilaksanakan jumlah pemilih pada daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 35.714.901 pemilih. Sementara saat Pilkada serentak tahun 2024 sebanyak 35.925.960 pemilih.   Antusiasme publik terhadap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Jawa Barat tercermin dari sejauh mana angka partisipasi masyarakat saat hari pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) baik saat Pemilu maupun Pilkada.   Berdasarkan data yang dirilis KPU Provinsi Jawa Barat diketahu bahwa partisipasi Pemilu 2024 sebesar 81,73%. Sementara itu saat pelaksanaan Pilkada serentak di tahun 2024 angka partisipasinya sebesar 68,06%. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa partisipasi Pemilu jauh lebih tinggi dibanding partisipasi pelaksanaan Pilkada. Ini menunjukan bahwa antusiasme masyarakat lebih besar pada pelaksanaan Pemilu dibandingkan Pilkada.   Meskipun bukan alasan satu-satunya, lebih tingginya angka partisipasi Pemilu dibandingkan Pilkada di Jawa Barat itu dikarenakan daya jangkau kampanye gerilya yang dilakukan oleh calon kandidat (peserta Pemilu) lebih dalam dan luas menjangkau calon pemilih dalam upaya mengajak dan menggalang dukungan dibandingkan calon-calon kepala daerah.   Hal ini wajar terjadi karena jumlah kandidat saat Pemilu jauh lebih banyak dibandingkan kandidat dalam pelaksanaan Pilkada. Hal semacam ini dapat disimpulkan menjadi faktor mekanik. Artinya hadirnya warga masyarakat datang ke tempat pemungutan suara lebih karena digerakan oleh kandidat. Bukan berarti buruk, namun kalau tidak diikuti oleh kesadaraan dan kedewasaan pemilih, hal semacam ini rentan menjadi wilayah tumbuh subur berkembangnya politik uang (money politics). Sesuatu yang sangat merusak demokrasi.   Upaya membangun kesadaran dan kedewasaan pemilih harus terus dilakukan dan digalakkan. Ibarat sebuah pohon, kesadaraan dan kedewasaan pemilih tidak dapat tumbuh ketika tanah di mana pohon tersebut tumbuh tidak subur dan terus secara berkala diberikan pupuk yang baik. Antusiasme pemilih untuk berpartisipasi dan tempat pemungutan suara karena faktor ini disebut faktor organik. Lebih karena kesadaran dan kematangan sikap politik. Ini mencerminkan kualitas demokrasi yang sehat.   Oleh karena itu, ada tantangan tersendiri agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di masa yang akan datang lebih memiliki partisipasi masyarakat yang lebih baik dibanding saat ini. Diantara yang bisa dilakukan adalah memantik dan mengaktifkan antusiasme pemilih di Jawa Barat.   Upaya membangun antusiasme pemilih di Jawa Barat agar lebih sadar diri (awarenes) dan aktif berpartisipasi didalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan harus menjadi tanggung jawab bersama. Akan tetapi paling tidak, hal yang dapat sangat mempengaruhi antusiasme pemilih ada 2 (dua). Pertama, adalah sosialisasi dan Pendidikan pemilih yang rutin dan intensif dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu dan pemilihan ke segmen-segmen pemilih. Kedua, adalah serta perilaku politik penyelenggara negara disaat mereka menjabat dan menjalankan roda pemerintahan. Komunikasi publik yang baik serta kerja nyata yang diwujudkan dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat akan mengkonstruksi pikiran dan sikap pemilih bahwa terasa manfaat dan maslahat yang didapat dalam kehidupannya dampak dari kebijakan pemerintah.   Pemilu dan Pilkada yang telah terlaksana di tahun 2024 telah berhasil membentuk pemerintahan dan saat ini telah bekerja untuk menjalankan roda pemerintahan di tingkat Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Baik anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun kepala daerah. Seluruh kepala daerah di Jawa Barat telah dilantik secara serentak pada tanggal 20 Februari 2025 oleh Presiden Republik Indonesia. Kecuali Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya. Dilantik menyusul karena terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) saat Pilkada 2024.   Sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu dan Pilkada di Jawa Barat. Tentunya kami sangat berharap anggota DPRD dan kepala daerah yang terpilih dapat bekerja dengan nyata, merakyat, dan tidak berjarak dengan rakyat. Setelah Pemilu dan Pilkada, antusiasme pemilih untuk berpartisipasi pada pemilu selanjutnya tahun 2029. Sangat bergantung dengan baik - buruknya wajah demokrasi kita. di mana baik-buruknya wajah demokrasi sangat bergantung pada perilaku yang ditampilkan oleh elit negara (elit politik dan elit birokrasi).   Gejolak sosial politik yang diwujudkan dalam bentuk aksi protes dan demonstrasi pada bulan Agustus 2025 yang meluas mengakibatkan kerusuhan dan penjarahan di beberapa daerah. Dipantik oleh perilaku (ucapan dan tindakan) yang ditunjukan elit negara yang sangat tidak patut dan tidak terpuji ditengah kondisi situasi masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan lapangan kerja dan kesulitan ekonomi lainnya. Semoga ini bisa menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali dikemudian hari.

PILKADA 2024 : HAJATAN WARGA KOTA BEKASI

Ali Syaifa AS, S.I.P., M.Si. Anggota KPU Kota Bekasi 2018-2023 Ketua KPU Kota Bekasi 2023-2028   Rasanya baru kemarin, kita semua mengikuti pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Pada Pemilu Tahun 2024 yang telah dilaksankan pada Rabu 14 Februari 2024 untuk menentukan pilihan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, Anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, dan Anggota DPRD Kota Bekasi.  Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, pelaksanaan pemilu 2024 berjalan dengan lancar dengan segala dinamika dan tantangannya. Bahkan di Kota Bekasi partisipasi pilitik meningkat dibanding pemilu sebelumnya, 80,2%. Meningkatnya partisipasi politik dalam Pemilu Tahun 2024 menandakan berkembanya sikap politik partisipatif warga masyarakat. Tentunya, ini sebagai salah satu pertanda demokrasi semakin terkonsolidasi pada level infrastruktur politik. Peningkatan Partisipasi politik dalam Pemilu 2024 di Kota Bekasi pada satu sisi, juga diikuti dengan menurunnya jumlah petugas penyelenggara pemilu yang mengalami kecelakaan kerja dan meninggal saat melaksanakan tugas disisi lainnya. Ini menunjukan bahwa kompleksitas pengelolaan tahapan dan logistik Pemilu 2024 dapat dikelola dengan manajemen kerja yang baik. Sehingga potensi kelelahan akibat overload beban pekerjaan dapat diantisipasi. PILKADA SERENTAK 2024 Pasca Pemilu 2024, selanjutnya pada tanggal 27 November ditahun yang sama akan diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak se-Indonesia. Termasuk di Kota Bekasi akan diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi. Tahun 2024 begitu istimewa karena Pemilu dan Pilkada dilaksanakan ditahun yang sama. Pelaksanaan PILKADA 2024 pada Rabu, 27 November 2024 didasarkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Dengan terbitnya aturan tersebut mengakhiri polemik di masyarakat kapan Pilkada akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan sempat menjadi perbincangan dikalangan elit politik dan masyarakat bahwa Pilkada Tahun 2024 akan dimajukan pelaksanaannya.  Pilkada Serentak 2024 merupakan babak baru pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia. Karena sebelumnya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah berlangsung secara tidak serentak. Keserentakan ini merupakan amanat pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Pelaksanaan Pilkada 2024 memberikan ruang bagi warga masyarakat Kota Bekasi. Tidak hanya sekedar untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Bekasi kedepan. Akan tetapi juga, Pilkada 2024 menjadi ruang ekspresi warga masyarakat menyalurkan aspirasi selama proses tahapan Pilkada 2024 berlangsung. Karena pada dasarnya, Pilkada 2024 adalah hajatannya warga Kota Bekasi.  Oleh karena itu, penting meletakan arah tujuan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Kota Bekasi peta jalan yang benar. Agar pelaksanaan dan hasil Pilkada 2024 tidak terbajak oleh kepentingan pihak-pihak yang coba  merusak esensi dan tujuan Pilkada 2024 dengan cara mendulang keuntungan untuk kelompok dan golongan tertentu. Pilkada 2024 harus membawa kemaslahatan bagi warga masyarakat Kota Bekasi. Hajatan warga Kota Bekasi dalam konteks pesta demokrasi di Kota Bekasi harus dapat dikawal bersama agar berjalan dengan Aman, Tertib, dan Menyenangkan. Dalam upaya mewujudkan situasi dan kondisi tersebut diperlukan kesadaran bersama (collective awareness) untuk sama-sama memastikan esensi Pilkada 2024 tidak tercerabut dari akarnya, kedaulatan rakyat (democration). Kuncinya adalah kepatuhan pada aturan. Di dalam pelaksanaan Pilkada 2024, warga Kota Bekasi dapat ikut berperan serta dalam banyak hal. Tidak hanya sekedar pasif menjadi Pemilih semata. Akan tetapi dapat mengambil peran-peran lainnya. Baik sebagai Pemantau Pilkada, Penyelenggara Pilkada, Pengawas Pilkada. Bahkan bisa menjadi Peserta Pilkada Serentak Tahun 2024 sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota Bekasi. Tentunya dipenuhi persyaratan dan kualifikasinya. Pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi.  Pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi sudah berlangsung selama 3 (tiga) kali. Pertama, dilaksanakan pada tahun 2008. Saat itu diikuti oleh tiga pasangan calon. Kedua, dilaksanakan pada tahun 2012, saat itu diikuti oleh lima pasangan calon. Dan Ketiga, dilaksanakan pada tahun 2018 yang diikuti oleh dua pasangan calon.  Bagi Warga Kota Bekasi yang hendak menjadi Calon Walikota dan Wakil Walikota Bekasi dalam Pilkada 2024 dapat memilih menggunakan jalur diusung partai politik atau calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Hal ini mendasarkan pada ketentuan norma pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Syarat pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yang akan diusung oleh partai politik atau gabungan Partai politik dalam Pilkada 2024 harus memenuhi persyaratan paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi atau 25 % (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi pada Pemilu 2019. Sementara bagi masyarakat yang berminat hendak maju menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bekasi melalui jalur perseorangan atau independen ketentuan persyaratannya adalah harus mendapatkan minimal dukungan 6,5 % (enam koma lima persen) dari jumlah penduduk yang yang mempunyai hak pilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap pada Pemilu 2019.  KPU Kota Bekasi melalui Surat Keputusan Tahun 280 Tahun 2024 telah menetapkan syarat minimal dan persebaran dukungan bakal pasangan calon perseorangan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi Tahun 2024 sebanyak 117. 623 (seratus tujuh belas ribu enam ratus dua puluh tiga) dukungan yang tersebar setidaknya ada pada 7 (tujuh) kecamatan. Pada akhirnya, Pilkada 2024 di Kota Bekasi merupakan hajatan besar warga Kota Bekasi untuk menentukan Walikota dan Wakil Walikota Bekasi. Nantinya Walikota dan Wakil Walikota Bekasi terpilih tidak hanya akan menjadi kepala pemerintahan dan penguasa keuangan daerah. Aakan tetapi menjadi pemimpin warga masyarakat Kota Bekasi. Harapannya yang terpilih adalah sosok pemimpin yang mengayomi dan dapat meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat Kota Bekasi.  

PEMILU 2024 : KONTESTASI KEKUASAAN POLITIK

Oleh : Ali Syaifa AS, S.IP., M.Sos. Komisioner KPU Kota Bekasi 2018-2023 Syaef_welehweleh@yahoo.com Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024. Pelaksanaan Pemilu 2024 tersebut mengacu kepada Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Serentak Tahun 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan menetapkan kapan hari dan tanggal pemungutan suara pada pemilu tahun 2024 dilaksanakan. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan atributif (attributive authority) yang diperoleh KPU melalui penerapan pasal 347 ayat 2 pada Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Disana disebutkan bahwa “Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara ditetapkan dengan keputusan KPU”. Pemilu 2024 merupakan pemilu ke-13 (ketigabelas) yang akan dilaksanakan sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pemilu 2024 juga merupakan Pemilu ke-6 (keenam) pasca bangsa ini keluar dari rezim otoritarian Orde Baru pada tahun 1999, masyarakat mengenalnya dengan era reformasi. Dan Pemilu 2024 juga merupakan Pemilu serentak ke-2 (kedua) yang dilaksanakan sejak tahun 2019.  Dimana sejak Pemilu 2019 Pemilihan Kekuasaan Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan Pemilihan Anggota Legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) dilaksanakan secera serentak pada hari dan waktu yang bersamaan. Sebelumnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PILPRES) dilaksanakan pada tanggal dan waktu yag terpisah dengan pemilihan anggota legislatif (PILEG). Pemilu 2024, Sarana Kontestasi Politik Pemilu 2024 tidak boleh berlalu begitu saja tanpa makna. Dalam melihat dan memaknai esensi Pemilu 2024, masyarakat dapat melihatnya dari berbagai macam perspektif atau pendekatan cara pandang. Setidaknya ada 5 (lima) perspektif didalam memaknai Pemilu 2024. Kelima perspektif tersebut adalah Pemilu dimaknai sebagai sarana kedaulatan rakyat, Pemilu sebagai sarana sosialisasi politik, Pemilu sebagai sarana pendidikan politik, Pemilu sebagai sarana perubahan sosial, dan Pemilu sebagai sarana kontestasi politik meraih kekuasaan politik.  Dari perspektif hukum Pemilu 2024 merupakan sarana kedaulatan masyarakat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Pemilu 2024 merupakan implementasi dari makna kedaulan rakyat. Sebagaimana termaktub dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang undang dasar”. Namun demikian lain halnya Pemilu 2024 dimaknai dari perspektif politik. Pemilu dimaknai sebagai sarana kontestasi politik untuk mendapatkan kekuasaan. Pemilu merupakan instrumen resmi (formal) dan sah (legal) pada negara yang menerapkan sistem politik demokrasi. Pemilu dilaksanakan untuk menjadi ruang bagi kekuatan politik atau peserta pemilu berkontestasi dan bertarung mengejar dan mendapatkan kursi kekuasaan politik atau kekuasaan pemerintahan.  Negara merupakan institusi yang paling kuat yang ada pada masyarakat. Negara menjadi institusi yang paling kuat karena memiliki kekuasaan (powers) dan kewenangan (authority) yang sanga kuat dan luas. Kekuasaannya dapat memaksan orang untuk patuh dan tunduk.  Setiap kebijakan negara menjadi sangat mengikat dan berdampak terhadap aspek kehidupan masyarakatnya atau warga negaranya. Itulah mengapa banyak orang ingin menduduki pucuk dan puncak kursi elit kekuasaan. Karena selain mendapat kekuasaan, ia akan memiliki pengaruh dan keuntungan lainnya (privilages). Seorang pemikir politik bernama Baron de La Brède et de Montesquieu (1689-1755) membagi kekuasaan politik atau pemerintahan menjadi 3 (tiga) cabang atau rumpun, yang populer dengan istilah trias politika. Pertama, kekuasaan eksekutif. Kedua, kekuasaan legislatif. Dan yang ketiga, kekuasaan yudikatif.  Kekuasaan eksekutif dalam pemerintahan menjalankan pemerintahan, melaksanakan undang-undang, kewenangan penggunaan anggaran (APBN dan APBD). Cabang kekuasaan ini memegang kewenangan administrasi pemerintahan negara yang tertinggi. Sedangkan kekuasaan legislatif menjalankan fungsi pengawasan dan pembuatan aturan perundang-undangan. Sementara itu kekuasaan yudikatif menjalankan fungsi menegakan melindungi warga negara dan menegakan keadilan. Di Indonesia, pengisian jabatan puncak pada lembaga eksekutif dan anggota legislatif baik pusat (national) maupun daerah (local) diisi melalui mekanisme pemilihan langsung pada pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daearah (Pilkada). Di Indonesia, lembaga eksekutif dipimpin oleh seorang presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh masyarakat melalui pemilihan umum dan di daerah lembaga eksukutif dipimpin oleh Gubernur dan Wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Walikota yang dipilih serara langsung melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pemilu 2024 di Kota Bekasi     Kontestasi politik pada Pemilu 2024 di Kota Bekasi akan diikuti oleh sebanyak 827 (delapan ratus dua puluh tujuh) bakal calon anggota legislatif yang akan berkontestasi memperebutkan hanya 50 (lima puluh) kursi yang disediakan sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi periode 2024-2029. Angka tersebut mengacu pada Keputusan KPU Kota Bekasi nomor 211 tahun 2023 tentang Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi Dalam Pemililihan Umum Tahun 2024.      Nantinya pelaksanaan Pemilu 2024 yang diikuti oleh 18 (delapan belas) partai politik peserta Pemilu 2024 di Kota Bekasi akan menghasilkan 50 (lima puluh) Anggota DPRD Kota Bekasi pilihan masyarakat Kota Bekasi. Lima puluh Anggota DPRD tersebut yang terpilih ditetapkan berdasarkan penghitungan suara terbanyak dengan metode penghitunagan Sainte Lague yang akan dilakukan dan ditetapkan oleh KPU Kota Bekasi.  Kita semua berharap masyarakat Kota Bekasi mengunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024 dengan cerdas (smart) dan rasional (rational). Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman, rekam jejak, kecakapan, kapasitas, dan kesalehan sosial calon legislatif (Caleg) dalam memilih dan menentukan pilihan. Mengingat Anggota DPRD Kota Bekasi memiliki kewenangan yang besar dan fungsi yang sangat penting dalam menjalankan peran kekuasaan lembaga legislatif. Dan ini hanya bisa dijalankan oleh mereka yang memiliki kecakapan, kapasitas, kepedulian, merakyat, dan dekat dengan masyarakat.  

MENGELOLA PAW DPRD KOTA BEKASI

  Oleh : Ali Syaifa AS, S.IP., M.Sos. Komisioner KPU Kota Bekasi 2018-2023 Syaef_welehweleh@yahoo.com Maksud dari mengelola PAW DPRD Kota Bekasi adalah mengelola proses Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi yang berhenti antar waktu dikarenakan alasan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Singkatnya, kalau ada anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu, di situ ada proses Penggantian Antar Waktu (PAW) sampai dilantiknya calon pengganti antar waktu menjadi anggota DPRD Kota Bekasi untuk menggantikan anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu. Berdasarkan ketentuan yang ada pada pasal 193 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Jo Pasal 405 UU No 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo Pasal 99 PP No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Jo Pasal 5 PKPU No 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota disebutkan bahwa ada 3 (tiga) hal yang melatarbelakangi Anggota DPRD Kabupaten/Kota berhenti antar waktu, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Penggantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Kota Bekasi penting untuk segera dilakukan apabila ada Anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu untuk memastikan keterwakilan dan representasi masyarakat yang ada di parlemen tetap ada dan berjalan. Hal ini penting mengingat peran sentralnya Anggota DPRD Kota Bekasi yang cukup vital, yakni fungsi penganggaran (budgeting), pengawasan (controlling), dan menyusun aturan daerah (legislation). Aktor Politik PAW Proses pengelolaan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPRD Kota Bekasi tidak hanya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi saja. Akan tetapi pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi melibatkan setidaknya 5 (lima) lembaga. Kelima lembaga tersebut yakni adalah Partai Politik, DPRD Kota Bekasi, KPU Kota Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Itu pun jika proses PAW Anggota DPRD Kota Bekasi berjalan normal tanpa sengketa atau perselisihan. Kelima lembaga tersebut bolehlah disebut sebagai aktor politik utama dalam proses pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi. Kelima lembaga diatas memilik peran dan fungsinya masing-masing di dalam pengelolaan proses PAW Anggota DPRD Kota Bekasi. Lancarnya proses PAW Anggota DPRD Kota Bekasi sangat dipengaruhi oleh efektif dan efisiennya peran dan kewenangan yang dijalankan oleh aktor politik PAW tersebut. Oleh karena itu, untuk memastikan dan membangun satu kesepahaman yang sama diperlukan sinergi dan kordinasi yang baik antar lembaga di dalam proses pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi. Selama ini KPU Kota Bekasi mengambil inisiatif secara rutin setiap tahunnya mengadakan rapat kordinasi terpadu pengelolaan penggantian antar waktu Anggota DPRD Kota Bekasi. Kegiatan ini dimaksudkan langkah preventif mengantisipasi apabila ada dan terjadi PAW Anggota DPRD Kota Bekasi dapat diproses dan dijalankan dengan kaidah-kaidah aturan yang baik dan tepat. Dalam keadaan tertentu apabila PAW Anggota DPRD Kota Bekasi terjadi perselisihan. Biasanya hal ini terjadi apabila Anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu diberhentikan keanggotaannya sebagai Anggota DPRD Kota Bekasi oleh partai politiknya melakukan penolakan atau perlawanan terhadap keputusan partai politik yang memberhentikannya. Biasanya anggota DPRD yang bersangkutan menempuh gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA). Jadi selain kelima aktor politik PAW diatas, lembaga peradilan juga terlibat dalam proses pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi. Anggota DPRD Kabupaten/Kota yang merasa dirugikan atas pemberhentiannya sebagai Anggota DPRD Kabupaten/Kota diberikan ruang oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembelaan. Hal ini tertuang dalam ketentuan pasal 32 dan Pasal 33 UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Di norma pasal tersebut diatur bagaimana tata cara perselisihan dilakukan dan mengatur tenggat waktu perkara tersebut harus diselesaikan atau diputuskan demi kepastian hukum dan keadilan. Peran dan kewenangan KPU Kota Bekasi dalam proses pengeloaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi adalah memberikan nama calon pengganti antar waktu. Nama calon pengganti antar waktu tentu mengacu kepada data dokumen yang ada di KPU Kota Bekasi saat pemilu. Dokumen tersebut diantaranya dokumen daftar caleg tetap (DCT) dan Sertifikat hasil perolehan suara saat Pemilu. Namun demikian sebelum memberikan nama calon pengganti kepada DPRD Kota Bekasi yang selanjutnya akan diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat melalui Walikota Bekasi, KPU Kota Bekasi terlebih dahulu melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap calon pengganti antar waktu untuk memastikan memenuhi syarat atau tidaknya. PAW DPRD Kota Bekasi Dalam rentang kurun waktu dari tahun 2018-2022, KPU Kota Bekasi telah terlibat melaksanakan pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu sebanyak 3 (tiga) Anggota DPRD Kota Bekasi. Dua dilaksanakan pada tahun 2018 serta satu dilaksanakan pada tahun 2021 dan dilantik pada tahun 2022. Ketiga Anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu tersebut karena alasan yang berbeda dan dari partai yang berbeda. Anggota DPRD Kota Bekasi yang berhenti antar waktu pada akhir tahun 2018 adalah Sdr. Winoto dari Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA) karena mengundurkan diri dan Sdr. Laode dari Partai Amanat Nasional (PAN) dikarenakan meninggal dunia. Keduanya digantikan oleh Calon Pengganti Antar Waktu yang memperoleh suara terbanyak selanjutnya dalam daftar caleg tetap (DCT) dalam Pemilu 2014 di Kota Bekasi. Keduanya dapat diproses dan berjalan lancar.  Meskipun PAW kedua Anggota DPRD Kota tersebut diakhir tahun 2018 dan 4 (empat) bulan menjelang Pemilu 2019. PAW Anggota DPRD tersebut tetap dapat dijalankan karena sisa masa jabatannya masih diatas 6 (enam) bulan. Saat itu akhir masa jabatan (AMJ) Anggota DPRD Kota Bekasi periode 2014-2019 sampai bulan Oktober 2019. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 4 PKPU No 6 Tahun 2017 tentang tentang Penggantian Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Terahir kali pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi yang dikelola oleh KPU Kota Bekasi adalah PAW Anggota DPRD atas nama Sdr. Wasimin dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Anggota DPRD Kota Bekasi yang bersangkutan berhenti antar waktu dikarenakan diberhentikan oleh Partai Politiknya. Usulan PAW Anggota DPRD yang bersangkutan diajukan oleh Partai politik yang bersangkutan sejak Juni 2021.  Namun karena Anggota DPRD yang diberhentikan melakukan pembelaan dan gugatan atas pemberhentiannya sebagai kader partai di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Proses pengelolaan PAW Anggota DPRD ini memakan waktu yang cukup panjang dan lama. Hal ini dikarenakan Gubernur Jawa Barat sebagai lembaga yang memiliki kewenangan meresmikan pemberhentian Anggota DPRD yang berhenti antar waktu dan meresmikan pelantikan Anggota DPRD yang menjadi pengganti antar waktu harus menunggu sampai ada putusan tetap (inkracht) dari Mahkamah Agung demi menegakan prinsip kepastian hukum.  Singkatnya, Proses PAW Anggota DPRD ini yang diberhentikan dan menempuh langkah hukum sampai dilantiknya Calon Pengganti Antar Waktu memakan waktu 11 (sebelas) bulan 20 (dua puluh) hari, hampir satu tahun. Berdasarkan uraian dan praktek pengelolaan PAW Anggota DPRD Kota Bekasi selama rentang waktu 2018-2022 dapat diperoleh satu kesimpulan bahwa PAW Anggota DPRD Kota Bekasi dapat saja terjadi kapanpun karena alasan-alasan tertentu. Sehingga perlu dilakukan langkah-langkah antisipatif bersama agar apabila terjadi PAW Anggota DPRD Kota Bekasi dapat dikelola dan diproses dengan kaidah-kaidah aturan yang baik dan tepat. Referensi  Uundang-Undang Dasar (UUD) 1945 UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah PP No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota PKPU No 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota  

PEMILU UNTUK RAKYAT

Ali Syaifa AS, SIP  Syaef_welehweleh@yahoo.com  Komisioner KPU Kota Bekasi 2018-2023 Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)  tahun 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, hari Rabu. Pasca reformasi 1998, pelaksanaan Pemilu sudah berlangsung sebanyak 4 (empat) kali. Berdasarkan ketentuan pasal 22e ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Begitu bunyi dalam konstitusi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Posisi pemilu di dalam negara yang menganut sistem politik demokrasi adalah keharusan dan mencerminkan kedaulatan rakyat. Bisa dikatakan tak ada demokrasi tanpa ada pemilu. Demokrasi merupakan lawan dari sistem politik terpusat (otoritarian). Pikiran dasar, pentingnya demokrasi lahir adalah sebagai bentuk penolakan dan kritik pada implementasi sistem politik otoritarian yang banyak melahirkan ketidakadilan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Ide dasar demokrasi adalah membatasi kekuasaan penguasa. Karena kekuasaan yang tak terbatas sangat mungkin mengarah pada penyimpangan dan kesewenang-wenangan kesewenang-wenangan penguasa adalah sumber malapetaka bagi masyarakat/rakyat. Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakankan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya secara tak terbatas pula (Power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely). Demikian menurut Lord Acton (1887). Kekuasaan penguasa politik harus dibatasi pada dua aspek. Aspek yang pertama pada aspek waktu atau lama berkuasa (Time of Power). Dan yang kedua dari aspek cakupan kewenangannya (scope of power). Hampir semua, penguasa-penguasa tiran dan kejam pada awalnya dimulai karena kekuasaannya yang sangat besar dan tidak dapat dikontrol. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif untuk sungguh-sungguh mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi. Sarana Kedaulatan Dan Perubahan Sosial Pemilu di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan dilaksanakan pada tahun 2004, mestinya selain dimaknai sebagai sarana kedaulatan rakyat juga sebagai sarana perubahan sosial untuk memperbaiki nasib masyarakat/rakyat. Tantangan masyarakat yang saat ini dan akan dihadapi pasca pemilu 2024 amatlah berat dan beragam dalam banyak aspek kehidupan. Pertama, Sebagai sarana kedaulatan rakyat, pemilu harus memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta mengisi kursi-kursi kekuasaan melalui kontestasi politik yang adil, jujur, dan terbuka. Penyelenggara Pemilu, baik KPU dan Bawaslu berperan penting melindungi dan menjamin hak politik masyarakat agar dapat tersalurkan dengan semestinya. Selain itu, partai politik sebagai peserta pemilu harus dapat mengimplementasikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, kecakapan, kemampuan, dan kapasitas orang dalam merekrut calon untuk dicalonkan sebagai anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Bukan malah terjebak pada praktek oligarki politik, politik uang, politik dinasti, dan pragmatisme politik lainnya. Di dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), pemilu dimaknai sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kedaulatan rakyat adalah esensi dari negara demokrasi, negara demokrasi yang sejati akan patuh dan taat pada konstitusinya sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat. Dalam pasal 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Mengenai periodisasi jabatan dan cakupan kewenangan penguasa politik (Presiden dan Wakil Presiden), UUD 1945 kita sudah mengaturnya. Oleh karena itu, diperlukan kebesaran hati semua pihak untuk menaatinya. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat (United State of America) sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, sejak dideklarasikan dan menjadi negara bangsa (nation state) yang mandiri dan merdeka pada tahun 1776 telah membuktikan dirinya konsisten dan sungguh-sungguh menaati konstitusi dasarnya untuk menjadi negara demokrasi. Jabatan Presiden dibatasi hanya 4 (empat) tahun dalam satu periode dan hanya paling banyak 2 (dua) periode seseorang menjabat sebagai presiden. Kini usia kemerdekaan Amerika sudah 245 tahun, sementara Indonesia baru 76 tahun. Hari ini, Amerika menjadi negara besar dan terpandang. Kita patut bersyukur, menyikapi polemik wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan menambah periode jabatan presiden yang sempat mencuat di masyarakat. Pada 10 April 2022, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara menegaskan sikapnya dalam rapat persiapan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 bahwa Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Kita, berharap pernyataan Presiden tersebut  mengakhiri polemik yang ada. Sikap Presiden tersebut diatas menguatkan apa yang sudah diputuskan oleh KPU RI melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2022 tentang Hari tanggal pemungutan suara pada pemilihan umum 2024 jatuh pada Hari Rabu tanggal 14 Februari 2024. Keputusan tersebut diputuskan oleh KPU RI pada tanggal 31 Januari 2022. Kita semua berharap, pemilu dapat berjalan sesuai dengan tahapan dan pemilu berjalan secara demokratis. Kesungguhan Presiden untuk melaksanakan Pemilu 2024 sesuai jadwal ditunjukan juga dengan melantik Anggota KPU RI dan Bawaslu RI periode 2022-2027 Ketujuh anggota KPU RI tersebut adalah Hasyim Asyari, Idham Holik, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Augus Mellas, dan Yulianto Sudrajat. Sementara kelima anggota Bawaslu RI adalah Rahmat Bagja, Lolly Suhenty, Totok Haryono, Herwyn Jefler, dan Puadi. Semoga mereka semua dapat bekerja dengan baik, amanah, profesional, dan berintegritas. Kedua, Pemilu sebagai sarana perubahan sosial harus dapat dimaknai bahwa pemilu 2024 dijadikan sarana untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dari segala aspek kehidupan. Pemilu 2024 akan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden (eksekutif), anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten (legislatif). Dalam struktur politik, mereka yang terpilih ini adalah elit politik. Mereka ada pada suprastruktur politik. Memiliki kewenangan untuk merumuskan dan menetapkan aturan dan arah kebijakan. Mereka yang terpilih ini pada nantinya akan bekerja selama 5 (lima) tahun kedepan sebagai pejabat negara dan penguasa politik. Mereka inilah orang-orang terpilih yang mendapat mandat dari masyarakat/rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan. sebagai aktor utama perubahan sosial. Pada mereka melekat segenap kewenangan (power) dan segenap keistimewaan (privilege). Besar sekali uang negara yang dialokasikan untuk menggaji dan memfasilitasi mereka. Oleh karena itu, diharapkan mereka benar-benar bekerja untuk melayani dan menyejahterakan masyarakat/rakyat. Perilaku elit politik sangatlah penting. Dalam konsep teori perjanjian sosial (social contract) yang telah dikembangkan oleh John Locke (1532-1604), elit politik yang terpilih ini bertanggung jawab mengurus apa yang yang menjadi urusan publik yang sudah diserahkan oleh masyarakat kepada mereka agar berjalan baik dan tercipta tatanan sosial yang harmonis dan melindungi segenap masyarakat/rakyat melalui adanya pengakuan dan jaminan perlindungan hak milik pribadi warga negara. Elit politik ini harus memiliki kesadaran individual bahwa mereka adalah aktor perubahan sosial dan memiliki tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan bangsa ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini dan pasca 2024 sangatlah berat dan komplek dari banyak aspek kehidupan masyarakat. Pandemi covid-19 kemacetan lalu lintas yang tak kunjung usai, biaya pendidikan yang semakin tinggi, biaya kesehatan yang tidak murah, kriminalitas yang masih tinggi, ketimpangan kekayaan masyarakat, dan segenap masalah lainnya harus dapat terselesaikan dan terpecahkan. Kita semua menjadi miris ketika masih banyak dijumpai perilaku elit politik yang hanya berorientasi berburu rente untuk mencari keuntungan sendiri dan tidak berempati pada keadaan rakyat yang sedang susah. Perilaku itu tentu adalah pengkhianatan pada rakyat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, momentum pemilu 2024 ini, mari kita bangun kesadaran kolektif bahwa Pemilu semata-mata untuk rakyat demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

MENGENAL DAPIL PEMILU 2024

Oleh : Ali Syaifa AS Komisioner KPU Kota Bekasi 2018-2023 Syaef_weleheleh@yahoo.com Pada tahun 2024 yang akan datang, akan dilaksanakan perhelatan yang sangat penting di dalam negara yang menganut faham kedaulatan rakyat dalam sistem politiknya. Sebagaimana tertuang di dalam konstitusi dasarnya, Negara Indonesia menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Di dalam pasal 1 ayat 3 UUD Republik Indonesia disebutkan bahwa “Kedulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Jelas sekali bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, Demokrasi. Salah satu syarat dari enam syarat dasar bagi negara demokrasi perwakilan di bawah rule of law adalah diselenggarakannya pemilihan umum yang bebas. Demikian dirumuskan oleh International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok pada tahun 1965 (Suni, 1978). Oleh karena itu, pemilu yang dilaksanakan secara professional, berkeadilan, dan berintegritas merupakan sebuah keharusan di negara demokrasi. Tulisan selengkapnya dapat dibaca disini